Mahakama.co.id – Rumah Sakit Jiwa (RSJ) di Kota Samarinda disebut-sebut telah tidak mampu menampung pasien gangguan jiwa.
Bukan tanpa alasan, RSJ di Kota Samarinda saat ini hanya ada satu. Sementara dari data yang dihimpun jumlah pasien telah melampaui kapasitas rumah sakit.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti mengaku, situasi tersebut saat ini menjadi masalah yang rumit. Sebab Pemerintah Kota Samarinda pun memiliki keterbatasan soal tempat penampungan ODGJ.
Sementara, dari data Dinsos Samarinda, sebagian besar ODGJ yang ditertibkan banyak yang tidak memiliki kartu identitas. Sehingga pemerintah kesulitan mengetahui asal tempat ODGJ tersebut.
“Ini sebenarnya yang jadi masalah kalau ODGJ mengganggu ketertiban kota, dan tidak ada identitasnya, akhirnya dianggap sebagai warga Kota Samarinda,” kata Puji sapaannya, Selasa (4/4/2023).
Selain itu, tentunya ODGJ perlu untuk ditangani, namun yang menjadi masalah setelah dirawat dan keluar dari rumah sakit jiwa mereka tidak memiliki keluarga maupun kerabat.
“Kalau kita tahu asalnya kita kembalikan, itu pun menggunakan dana urunan, padahal harusnya provinsi yang bayarkan, tapi gak pernah,” ujarnya.
Menurut Puji, dalam penanganan ODGJ yang telah membaik perlu diberikan tempat untuk melakukan pelatihan dan pembinaan untuk benar-benar sembuh, untuk mengatasi hal tersebut Pemerintah Kota telah melakukan upaya penanganan ODGJ dengan membentuk rumah antara, namun juga wadah tersebut memiliki keterbatasan dalam pembiayaan.
Sebab, Pemerintah Kota juga tidak dapat menggelontorkan dana ke tempat tersebut, khawatir mendapat tekanan dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) karena bukan tanggung jawab dari pemerintah kota melainkan tanggung jawab daripada pemerintah provinsi.
“Begitu kita menganggarkan, diperiksalah kita sama BPK, itulah yang menjadi kelemahan,” pungkasnya. (advertorial)
