
MAHAKAMA.CO.ID – Tak dapat dipungkuri setiap pelaksanaan kegiatan ataupun program kerja akan menghadapi tantangan, Seperti juga yang dihadapai Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu (DPMPTSP) Kalimantan Timur (Kaltim).
Kepala DPMPTSP Kaltim, Puguh Harjanto membeberkan, masalah pokok di bidang penanaman modal adalah belum optimalnya realisasi nilai investasi pada sektor sekunder dan tersier.
Puguh menuturkan, saat ini kawasan strategis ekonomi Kaltim masih belum memberikan kontribusi yang signifikan. Selain itu, PTSP di bidang penanaman modal sudah bekerja keras dalam melaksanakan tugasnya, sesuai Peraturan Gubernur Kaltim Nomor 34 Tahun 2010 dan direvisi dengan Peraturan Gubernur Kaltim Nomor 17 Tahun 2011 dan diubah menjadi Pergub Nomor 48 tahun2015 tentang Penyelenggaraan PTSP.
Kendati demikian memang belum optimal layanan yang diberikan karena masih terbatasnya sarana PNS dan kinerja Tim Teknis.
“Selanjutnya, belum terintegrasinya promosi investasi yang dilakukan. Karena masih ada kabupaten/kota yang melakukan promosi secara sendiri. Sehingga promosi atas nama Provinsi Kaltim yang dilakukan belum maksimal, untuk mengatasi masalah ini,” ungkap Puguh Harjanto.
Lalu, msih kurangnya ketersediaan infromasi detail tentang peluang investasi. Termasuk profil komoditi yang ditawarkan belum dilengkapi dengan informasi yang rinci. Sehingga calon investor tidak memiliki informasi yang lengkap untuk mengambil sikap atas bisnisnya.
“Status kepemilikan lahan yang akhir-akhir ini mengemuka dibeberapa kasus, merupakan salah satu pertimbangan investor untuk, berinvestasi di Kaltim,” jelasnya.
Ketersediaan Sarana dan Prasarana yang Belum Merata Sarana dan prasarana pendukung untuk kelancaran investor, seperti jalan, pelabuhan udara dan laut, pasokan listrik, air, perhotelan, dan lain-lain. Sebarannya belum merata karena hanya terbatas pada daerah tertentu.
Serta terbatasnya anggaran penyelenggaran pemerintah di bidang penanaman modal. Tumpang tindih lahan antara perusahaan tambang batubara. Perusahaan tambang batubara versus perusahaan perkebunan dan perusahaan perkebunan versus perusahaan perkebunan. Juga perusahaan tambang batubara atau galian C dan perusahaan perkebunan versus peruntukan/kepentingan lainnya.
“Kewenangan perizinan yang dilimpahkan dari kabupaten/kota kepada provinsi masih ada yang belum clean and clear,” bebernya.
Serta belum meratanya dan belum kuatnya daya saing sumber daya manusia termasuk terbatasnya ketersediaan tenaga kerja sesuai standar kebutuhan investasi. Terlebih kewenangan perizinan yang masih belum jelas pembagiannya yang disertai masih ada pelayanan perizinan selain di DPMPTSP.
Layanan Online Single Submission (OSS) belum maksimal termasuk masih terbatasnya pengetahuan tentang penerapan OSS bagi perusahaan maupun investor. Juga lambannya transformasi ekonomi menuju pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan. (Advertorial)