MAHAKAMA – Nongkrong di cafe kini bukan sekadar gaya hidup, tapi cara masyarakat mencari penghargaan diri. Fenomena ini meluas dari kota besar hingga daerah, menjadikan kedai kopi bukan hanya tempat minum, melainkan simbol keseimbangan hidup.
Laporan Tujuh Bentuk Self-Reward yang Banyak Dilakukan Publik Indonesia (2025) yang dirilis Kedai Kopi menunjukkan bahwa nongkrong di cafe menjadi pilihan utama masyarakat untuk memberi penghargaan pada diri sendiri.
Survei yang dilakukan pada 14–19 Oktober 2025 terhadap 932 responden itu mencatat, sebanyak 49,1 persen memilih nongkrong di cafe sebagai bentuk self-reward. Angka ini melampaui aktivitas berlibur (46,8 persen) dan belanja pakaian (39,1 persen).

Data ini menegaskan bahwa masyarakat kini lebih menghargai pengalaman sosial dan kenyamanan dibandingkan pengeluaran untuk barang fisik.
Kenapa Orang Indonesia Betah di cafe
Selain menjadi bentuk self-reward paling populer, faktor kenyamanan dan rasa juga berperan besar dalam kebiasaan masyarakat nongkrong di cafe.
Data Kedai Kopi (2025) menunjukkan, menu enak menjadi alasan utama pengunjung datang kembali ke cafe yang sama (83 persen). Sebanyak 78 persen responden menyebut ruangan yang nyaman sebagai alasan utama bertahan, disusul pelayanan baik (70 persen), ruangan bersih (64 persen), fasilitas memadai (45 persen), dan estetika tempat (27 persen).
Kebiasaan ini memperkuat posisi cafe bukan sekadar tempat minum, tetapi ruang sosial yang menghadirkan pengalaman emosional dan rasa keterikatan.
Ledakan cafe di Kota Ekonomi Baru
Kebiasaan menikmati suasana nyaman dan menu khas cafe juga menjalar hingga daerah. Kalimantan Timur menjadi contohnya.
Data RentechDigital SmartScraper (23 Januari 2025) mencatat, terdapat 1.620 cafe di tiga kota besar Kalimantan Timur. Samarinda memimpin dengan 798 cafe, disusul Balikpapan (593) dan Bontang (229). Jumlah ini memperlihatkan bagaimana ruang sosial berbasis kopi menjadi bagian penting dari ekonomi daerah.
Bukan sekadar tempat minum, cafe kini memenuhi kebutuhan emosional masyarakat yang mencari keseimbangan antara tekanan kerja dan ruang pertemanan.
Pergeseran Prioritas Konsumen
Pergeseran pola konsumsi ini mengindikasikan perubahan nilai dalam masyarakat. cafe telah melampaui fungsi hiburan dan menjadi ruang ketiga, yaitu tempat di mana orang bisa bersantai tanpa tuntutan rumah atau kantor.
Fenomena 1,6 ribu cafe di Kalimantan Timur merupakan respons pasar terhadap kebutuhan sosial yang meningkat. Permintaan ini bahkan melampaui minat terhadap belanja barang elektronik (12,6 persen) atau gadget (17,8 persen). Artinya, masyarakat lebih rela membayar untuk pengalaman dan kenyamanan hidup ketimbang kepemilikan barang.
Kopi kini bukan sekadar minuman, tapi medium sosial baru yang menghubungkan aspirasi ekonomi, gaya hidup dan identitas masyarakat.(*)
Penulis: Dwi Lena Irawati
Editor: Amin