By admin
05.11.25

Bukan Soal Gaya, 64 Persen Konsumen Indonesia Pilih Brand yang Peduli Isu Sosial

MAHAKAMA-Scroll lima menit di TikTok, dan bakal kelihatan: Gen Z nggak cuma sibuk healing atau flexing. Mereka ngomongin Palestina, sindir pemerintah, bahas privilege, sampai isu lingkungan. Feed kita berubah jadi ruang opini, bukan cuma hiburan.

Fenomena ini pelan-pelan mengubah arah industri. Reputasi brand kini nggak lagi soal desain keren atau endorse artis, tapi soal nilai, keberpihakan dan keberanian bersikap. Di tengah pasar yang dinamis, sentimen konsumen bisa jadi penentu hidup-mati brand.

Indonesia Jadi Jawara: Paling Peduli Sikap Brand

Survei global YouGov 2024 menempatkan Indonesia di posisi teratas dalam kepedulian terhadap tanggung jawab sosial brand. Dari 3.500 responden di 28 negara, 64 persen konsumen Indonesia menyukai brand yang berani mengambil posisi dalam isu sosial. Angka ini menjadi yang tertinggi di dunia.

Sebagai perbandingan, Jerman mencatat 54 persen, Spanyol 51 persen, Uni Emirat Arab 48 persen, dan Amerika Serikat 44 persen.

Contohnya dapat dilihat dari hasil penelitian dalam artikel  “Analisis Dampak Boikot, Divestasi, Sanksi (BDS) Campaign Terhadap Perilaku Brand-Switching Konsumen Muslim Dari Brand Terafiliasi Israel Ke Brand Lokal” oleh Ahmad Yoga Alfian dan Fitriah Dwi Susilowati (jurnal Asy-Syarikah Volume 7 Nomor 2 Tahun 2025). 

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kampanye sosial seperti gerakan BDS terhadap brand terafiliasi Israel berdampak signifikan pada perilaku konsumen Muslim. Di Surabaya, sebanyak 70,2 persen responden mendukung gerakan boikot, sementara penjualan produk lokal meningkat 30–40 persen setelah kampanye berlangsung.

Temuan ini menjadi dorongan keras bagi brand. Dalam lanskap pasar saat ini, brand tidak bisa lagi hanya fokus mengejar keuntungan dan abai pada tanggung jawab sosial.

Bukan Sekadar Fashion, Melainkan Sikap

Fenomena ini terasa jelas di dunia fashion lokal. Ambil contoh No Brands Footwear. Label ini lahir dari keresahan sosial di masa pandemi. Alih-alih menjual estetika, mereka menjual sikap.

Brand ini memadukan retorika kritis-sosial dalam visual produknya. Hal ini memberikan warna baru di pasar fashion lokal. Di tengah kondisi sosial dan politik saat ini, tawaran No Brands Footwear ini menjadi sesuatu yang dekat bagi konsumen, terutama kalangan Gen Z yang melek politik.

Dari sana, kita bisa melihat bahwa apa yang dikenakan kini melampaui selera, melainkan sikap. Fashion, pada titik ini, menjelma menjadi teks sosial, khususnya nilai kemanusiaan.

No Brands Footwear menjadikan brand sebagai medium kritis. Sindiran keras politik terhadap isu genosida dan korupsi seakan di-copy-paste pada bagian-bagian produknya. Misalnya, desain outsole salah satu sepatunya yang bertuliskan ‘Koruptor Jancok’.

Foto: Salah satu produk No Brand dengan tema koruptor jancok (Ig:@Nobrand_catalouge)

Ini melampaui unique selling point produk. Ada keberanian moral di baliknya. Bentuk sarkastik lainnya terlihat pada insole yang menampilkan wajah figur bengis Benjamin Netanyahu yang diplesetkan menjadi Setanyahu. Brand ini seolah memberi isyarat: ada yang lebih penting dari bahan premium, yakni isu kemanusiaan yang masih terjadi.

Foto: Salah satu produk No Brand T-shirt dengan tulisan Setanyahut plesetan Netanyahu (Ig:@Nobrand_catalouge)

Pertalian footwear dengan sindiran politik membuktikan bahwa fashion saat ini tak melulu tentang penampilan menawan atau mewah. Melainkan, fashion adalah bentuk sederhana dari pesan moral hingga suara keberpihakan kepada kaum tertindas.

Tren Baru: Konsumsi Sebagai Keberpihakan

Penelitian dari  Ahmad Yoga Alfian juga mencatat alasan utama perpindahan merek atau brand-switching tidak hanya ideologis. Konsumen juga terdorong oleh rasa penasaran terhadap produk lokal, harga yang lebih terjangkau dan keinginan mencari variasi.

Tren ini menandai pergeseran nilai konsumsi: membeli bukan lagi soal fungsi, melainkan representasi moral. Brand yang berani bersuara kini bukan sekadar fenomena, tapi cermin perubahan sosial di Indonesia.(*)

Penulis: Dwi Lena Irawati
Editor: Amin

Trending

https://flybharathi.com/airlines/