By admin
03.11.25

Biaya Makan Rp 956 Ribu, Apakah Gaji UMP Kaltim Cukup untuk Hidup?

MAHAKAMA – Gemerlap kota baru dan proyek besar IKN memang bikin Kaltim terlihat menjanjikan. Tapi di balik gedung-gedung baru dan gaji tambang yang menggoda, ada kenyataan lain: harga makanan makin bikin kantong jebol.

Makanan bukan sekadar kebutuhan dasar. Makanan juga telah menjadi cerminan kesejahteraan dan daya beli masyarakat. Di tengah harga bahan pokok yang kian terasa berat di kantong, pengeluaran rumah tangga untuk makanan menjadi perhatian penting.

Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis laporan Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia 2025. Laporan ini menunjukkan adanya perbedaan mencolok dalam rata-rata pengeluaran per kapita sebulan untuk komoditas makanan di berbagai provinsi. Data tersebut menggambarkan peta kemampuan konsumsi masyarakat Indonesia yang masih sangat beragam di tiap daerah.

Hasilnya cukup mencengangkan. Papua Pegunungan menempati posisi pertama provinsi dengan rata-rata pengeluaran makanan tertinggi, yakni Rp1,26 juta per kapita per bulan. Disusul DKI Jakarta dengan Rp 1,15 juta, dan Kepulauan Riau di angka Rp 1,06 juta.

Kalimantan Timur ada di posisi keempat dengan pengeluaran Rp 956 ribu per bulan, mengalahkan banyak provinsi lain yang secara ekonomi justru lebih padat penduduk. Tapi angka itu menyimpan tanda tanya besar: apakah pendapatan di Kaltim benar-benar cukup menutupi gaya hidup “kota tambang”?

Gaji UMP, Tapi Makan Sudah Habiskan 27 Persen

Foto: Ilustrasi masakan khas Indonesia (Pinterest)

Dengan estimasi Upah Minimum Provinsi (UMP) Kaltim 2025 sebesar Rp 3,46 juta, pengeluaran makan rata-rata tersebut setara dengan 27,6 persen dari gaji bulanan. Artinya, dari setiap Rp100 ribu yang kamu dapat, hampir Rp30 ribu langsung habis buat makan. Dan itu belum termasuk kos, transportasi, atau kuota internet yang juga makin mahal.

Jika mengacu pada aturan keuangan populer 50/30/20 Rule yang diperkenalkan Senator Elizabeth Warren dalam buku All Your Worth: The Ultimate Lifetime Money Plan, idealnya pengeluaran makan hanya sekitar 20 persen dari gaji. Dengan demikian, biaya makan di Kaltim bisa dikatakan sudah melampaui batas aman.

Bagi pekerja muda, kondisi ini berat. Gaji terasa cuma numpang lewat di rekening. Setelah beli makan dan bayar kos, ruang buat nabung hampir nggak ada.

Kaltim Lebih Berat dari Jakarta

Foto: Ilustrasi biaya makan di Jakarta lebih besar namun presentase porsi makanan hanya 22 persen dari gaji (Pinterest)

Sekilas, biaya makan di Jakarta memang lebih tinggi, sekitar Rp 1,15 juta per bulan. Tapi pekerja Jakarta rata-rata berpenghasilan Rp 5,2 juta per bulan. Itu berarti porsi makan hanya 22 persen dari gaji, lebih ringan dibanding Kaltim.

Artinya, meski harga makanan di Kaltim sedikit lebih murah, beban finansialnya justru lebih berat. Kota yang sedang tumbuh ini menciptakan fenomena “harga premium” yang dikendalikan oleh daya beli pekerja sektor atas, terutama mereka yang bekerja di proyek IKN dan industri tambang.

Akibatnya, kelas pekerja biasa harus menyesuaikan gaya hidup, bahkan menekan kebutuhan dasar.

Hidup Nyata di Tanah Janji

Kaltim kini menghadapi paradoks. Ekonominya tumbuh cepat, tapi kesejahteraan terasa timpang. Harga barang mencerminkan kota kaya, sementara upah masih jalan di tempat.

Kalau pola ini terus dibiarkan, kota baru yang katanya simbol kemajuan bisa berubah jadi tempat di mana anak muda kerja keras tapi tetap nggak bisa nabung.

Pemerintah daerah dan pelaku industri perlu menata ulang strategi harga, distribusi pangan, dan kesejahteraan pekerja. Karena di balik semua narasi kemakmuran IKN, ada satu kenyataan yang tidak bisa diabaikan: sepiring ayam geprek dan nasi hangat kini jadi cermin ketimpangan.(*)

Penulis: Dwi Lena Irawati
Editor: Amin

Trending

https://flybharathi.com/airlines/