

Mahakama.co.id – Sentralisasi kebijakan menjadi kendala bagi daerah dalam banyak aspek. Hal itu seperti disampaikan anggota DPRD Berau, Sujarwo Arif Widodo. Jika sebelumnya ada banyak kebijakan yang dilimpahkan ke daerah berkat desentralisasi, kini satu persatu kebijakan tersebut kembali ditarik ke provinsi bahkan pusat. Seperti kebijakan urusan kelautan, perijinan penambangan dan sejumlah kewenangan lainnya.
“Undang-undang Perubahan 32 ke 23 terkait perubahan kebijakan provinsi apalagi kebijakan-kebijakan terbaru terus bergulir, dari desentralisasi kembali lagi menjadi sentralisasi, kewenangan memang banyak dicabut ke pusat,” jelasnya.
Hal ini berpengaruh pada banyak aspek mulai pendapatan hingga kelemahan daerah dalam mengambil keputusan terhadap persoalan perizinan. Sejumlah perizinan yang sebelumnya dikeluarkan di Kabupaten kini kembali ditarik ke Provinsi dan pusat. Salah satunya seperti izin galian C.
Termasuk kewenangan dalam pengawasan dan mengambil keputusan terhadap pelanggaran yang ada di daerah. Menurut Politisi Nasdem ini, bahwa didalam kebijakan itu ada banyak pertimbangan, namun juga tidak semua mencakup kepentingan daerah.
“Kita tahu sampai saat ini di perkebunan misalnya kita belum ada kejelasan, apa dan pendapatan yang mana kita dapatkan pembagian pajak perkebunan terutama perusahaan kelapa sawit, jangan sampai pendataan tidak jelas setelah itu kita teledor lalai dalam pengawasan karena kebijakan yang terbit merupakan kewenangan di luar pemerintah kabupaten,” jelasnya lagi.
sebab dengan terbitnya perizinan yang diterbitkan pusat atau provinsi secara otomatis mengurangi kewenangan daerah memberikan pertimbangan atau hak menolak dengan pertimbangan aspek lingkungan dan dampak sosial didalamnya.
Hal itu terjadi tidak hanya sektor perkebunan tetapi juga sektor lain yang kewenangannya ditarik dari Berau. Seperti misalnya kelautan serta pengawasannya yang kini berada di Provinsi.
hal ini menjadi keluhan OPD di daerah terutama koordinasi dan penanganan masalah pengawasan di daerah. Kembali berbicara soal kewenangan tentu secara otomatis melekat pada giat pengawasan dan penanganan. Sebab tanpa kewenangan otomatis tanpa kebijakan anggaran didalamnya. Seperti pengawasan melalui patroli kelautan. Hal ini sempat dikeluhkan Berau terhadap pengawasan kelautan Berau yang sudah tidak memiliki anggaran khusus setelah kewenangan kelautan ditarik provinsi.
“Masalahnya adalah secara bertahap area lahan kita berkurang seiring dengan terus munculnya perizinan baru, karena harus ada 2 pengawasan di dalamnya, pertama evaluasi semua perusahaan yang akan lakukan perizinan kemudian yang kedua adalah pengawasannya,” ujar Sujarwo. (adv)