Mahakama.co.id – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengonfirmasi bahwa mulai 1 Januari 2025, transaksi melalui uang elektronik seperti e-money dan QRIS akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen. Aturan ini merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 yang telah disahkan sebelumnya.
Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, pengenaan PPN ini akan berlaku pada Merchant Discount Rate (MDR), yaitu biaya jasa yang dikenakan oleh penyelenggara jasa pembayaran kepada pedagang. “Ini bukan pajak baru. Pengenaan PPN untuk layanan uang elektronik sudah berlaku sejak UU PPN Nomor 8 Tahun 1983,” kata Dwi dalam keterangannya pada Sabtu (21/12).
Komponen Tertentu Bebas Pajak
Namun, tidak semua transaksi uang elektronik akan dikenakan pajak. Komponen seperti saldo, bonus point, dan transaksi transfer dana murni akan bebas PPN. Sementara itu, biaya layanan seperti registrasi, top-up, dan transaksi pembayaran tetap menjadi objek pajak.
Contoh Perhitungan PPN pada Transaksi QRIS
Sebagai contoh, jika seseorang membeli barang seharga Rp5 juta menggunakan QRIS, maka total yang harus dibayar setelah dikenakan PPN 12 persen adalah Rp5,55 juta. Hal ini menunjukkan bagaimana pengenaan pajak akan mempengaruhi harga transaksi di sistem pembayaran elektronik.
Analisis Dampak Kenaikan PPN

Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Dicky Kartikoyono, menyebutkan bahwa dampak kenaikan PPN pada sistem pembayaran elektronik perlu dianalisis lebih lanjut. “Masih ada waktu untuk koordinasi dan memahami mekanismenya sebelum aturan ini diberlakukan,” ungkap Dicky. (net/ra)