By admin
30.12.24

Krisis Politik di Korea Selatan, dan Surat Perintah Penangkapan Presiden Yoon Suk-yeol

Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol. (Foto: Kim Hong-Ji/Pool Photo via AP)

Mahakama.co.id – Korea Selatan kini tengah menghadapi krisis politik yang semakin memanas setelah pengajuan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Yoon Suk-yeol. Surat perintah ini diajukan pada 23 Desember 2024 oleh Markas Besar Investigasi Gabungan, yang menuduh Yoon terlibat dalam kasus pemberontakan—tuduhan yang tak bisa dilindungi oleh kekebalan presiden.

Langkah ini mengikuti keputusan kontroversial Yoon untuk mengumumkan darurat militer pada 3 Desember 2024, yang berlangsung selama enam jam. Pengumuman tersebut menempatkan pasukan bersenjata lengkap di gedung parlemen, memicu ketegangan dengan staf parlemen yang berusaha melawan dengan alat pemadam kebakaran. Aksi Yoon ini telah menimbulkan kecemasan serius di dalam negeri dan internasional, khususnya dari Amerika Serikat yang khawatir atas dampaknya terhadap demokrasi Korea Selatan.

Pengadilan Seoul Akan Tentukan Nasib Yoon

Kini, Yoon menghadapi sidang di pengadilan Seoul yang akan menentukan apakah surat perintah penangkapan akan dikeluarkan atau tidak. Pengacara Yoon, Yoon Kab-keun, berargumen bahwa Kantor Investigasi Korupsi tidak memiliki kewenangan untuk menangani kasus pemberontakan ini. Sebelumnya, Yoon menolak untuk memenuhi panggilan pemeriksaan dari Kepolisian Nasional dan Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi yang menangani kasus ini.

Nasib Yoon di Mahkamah Konstitusi

Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol. (Foto: The Presidential Office/handout via REUTERS)

Kehadiran Yoon dalam krisis ini semakin terdesak setelah ia dimakzulkan oleh parlemen. Saat ini, ia menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi yang akan menentukan apakah ia akan kembali menjabat atau dicopot secara permanen. Sidang pertama di Mahkamah Konstitusi dijadwalkan pada 3 Januari 2025. (net/ra)

Trending